Kamis, 23 Oktober 2014

silat cikalong


Cianjur adalah sebuah kabupaten yang secara administratif termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Di sana, tepatnya di daerah Cikalong ada sebuah seni bela diri yang disebut “Pencak Silat Cikalong”. Nama pencak silat itu sangat erat kaitannya dengan salah seorang warganya yang bernama Raden Jayaperbata yang kemudian dikenal sebagai Haji Ibrahim. Ia adalah orang yang pertama kali memperkenalkan pencak silat itu. Oleh karena ia berasal atau bertempat tinggal di Cikalong, maka pencak silat yang diciptakannya dinamai “Pencak Silat Cikalong”.

Konon, ketika itu (dimasanya) pencak silat merupakan salah satu permainan tradisional yang sangat disukai oleh para pembesar Cianjur. Bahkan, merupakan kewajiban bagi mereka untuk mempelajarinya, termasuk Raden Haji Ibrahim. Ketika itu yang banyak dipelajari adalah pencak silat aliran Cimande karena Abah Kahir (guru pencak silat Cimande) dapat mengalahkan jagoan dari Macao pada masa Dalem Noh. Raden Haji Ibrahim sendiri adalah sosok orang yang tidak puas dengan apa yang dimiliki. Meskipun sudah mempelajari silat Cimande, ia selalu ingin menambah pengetahuan silatnya. Konon, ia sudah pernah belajar di 17 perguruan silat. Namun demikian, belum puas juga hingga suatu saat ia pergi ke Betawi (Jakarta) dan berguru silat di sana. Di Betawi, ia tidak hanya belajar pada seorang guru tetapi ada tiga orang, yaitu: Bang Mahkrup, Bang Kari, dan Bang Madi. Hal itu membuat ilmu silatnya semakin tinggi. Bahkan, dapat dikatakan sempurna. Namun demikian, ada satu hal yang selalu mengganggu pikirannya, yaitu dari berbagai ilmu silat yang dipelajarinya semuanya bersifat menyerang dan membunuh lawan. Dan, ini tidak sesuai dengan peri kemanusiaan. Apalagi, mengingat kedudukannya sebagai ulama. Untuk itu, dengan bekal ilmu silat yang dikuasainya, ia mencoba merekayasa untuk menciptakan pencak silat yang sifatnya untuk bela diri dan silaturahmi. Hasilnya adalah pencak silat sebagaimana yang telah disebutkan di atas, yaitu pencak silat Cikalong.

Untuk dapat melakukannya jurus-jurus silat Cikalong dengan baik, maka ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1) posisi, waktu, alat, jangkauan, gerakan, dan sasaran harus benar dan tepat
(2) berusaha untuk dekat dengan lawan
(3) gerakan untuk menghindar.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah keterangan dari ketiga hal yang perlu diperhatikan. Pertama, posisi, waktu, alat, jangkauan, gerakan, dan sasaran harus benar dan tepat. Sebab, jika tidak benar dan tepat hasilnya tidak maksimal (tidak seperti yang diinginkan). Kedua, dasar pencak silat Cikalong adalah permainan rasa dengan memanfaatkan atau menyalurkan tenaga lawan. Untuk dapat melaksanakannya dengan baik, maka pesilat Cikalong harus berusaha sedekat mungkin (menempel) pada lawan.

Fungsi pencak silat yang disebut sebagai Cikalong ini adalah sebagai seni bela diri dan sekaligus kesehatan. Sedangkan, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya antara lain adalah: kesabaran, kecermatan dan ketangkasan. Nilai kesabaran tercermin dari penguasaan rasa yang tentunya tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus dipelajari segara gigih dan penuh dengan kesabaran. Nilai kecermatan dan ketangkasan tercermin ketika harus melakukan gerakan-gerakan yang benar dan tepat.

Selasa, 16 Juli 2013

silat cingkring betawi

Silat betawi terkenal dengan aliran silatnya yang beragam sesuai asal kampung atau daerah perkembangan aliranya. Karena itu pula masyarakat betawi sering menyebut kelompok mereka berdasarkan tempat tinggalnya, seperti Orang Rawabelong, Orang Kemayoran, atau Orang Senen. Perubahan penamaan berdasarkan daerah ini baru bergeser tahun 1923 sejak Moh Husni Thamrin dan tokoh masyarakat betawi mendirikan Perkumpulan Kaum Betawi sebagai sebuah kelompok etnis sosial yang lebih luas dan dikenal dengan nama orang Betawi.
Hampir di setiap kampung di Betawi terdapat jagoan silat, mereka menjaga kampung dan disegani karena tingkah lakunya yang terpuji. Jagoan kampung ini menggunakan ilmu beladiri untuk mengajak pada kebaikan dan menjauhi kezaliman. Keberadaan mereka sangat di hormati masyarakat Betawi, terlebih karena dekat dengan ulama dan mengayomi masyarakat.
Ada beragam aliran silat Betawi yang sekarang masih dikembangkan warisan turun-temurun. Keragaman aliran silat betawi turut diwarnai silat dari daerah lain seperti silat aliran Sahbandar, Kuntao (China) dan beberapa aliran silat dari Sunda.
Saat ini salah satu aliran silat betawi yang khas dan dikenal dengan cukup khas sebagai silat betawi pada umumnya adalah silatcingkrik. Silat cingkrik telah masuk ke berbagai pelosok kampung Betawi dan memiliki banyak turunan alirannya, selain juga aliran silat beksi yang tersebar luas.
Anda dapat menemukan atraksi dan keindahan gerakan aliran silat cingkrik setiap Sabtu pagi di aula Padepokan Silat Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta. Ada ruangan terbuka seluas 10×10 meter persegi yang ditapaki oleh kaki-kaki pesilat Betawi yang lincah. Padepokan ini dipimpin Tubagus Bambang Sudrajat yang dikenal sebagai guru besar aliran silat betawi cingkrik goning. Guru besar silat ini belajar silat sejak usia 11 tahun dan di usia 30 tahun ia mengajarkan ilmu warisan leluhur ini sebagai pesan dari leluhurnya.
Cingkrik goning adalah aliran silat yang yang mengandalkan kelenturan dan kecepatan. Aliran silat ini merupakan silat yang murni menggunakan teknik fisik dan tidak ada hitungan satu, dua, tiga seperti bela diri lain, tetapi hanya ada hitungan satu, yaitu ‘lawan sudah harus jatuh’.  Aliran cingkrik goning selalu berusaha untuk masuk dan mengunci lawan dengan tidak banyak berlama-lama bertukar pukulan atau tendangan.
Gerakan utama dalam silat ini menggunakan satu kaki untuk melompat. Karena gerakan ini orang Betawi kemudian menyebutnyajejingkrikan dan kemudian disebut jingkrik atau cingkrik. Aliran cingkrik pertama kali dikembangkan oleh Ainin bin Urim yang biasa dipanggil Engkong Goning (1895-1975) di Rawa Belong, Kebon Jeruk dan Jembatan Dua. Engkong Goning yg merupakan pejuang dari wilayah Kedoya. Ilmunya kemudian diturunkan kepada Usup Utay, yang kemudian menurunkan kepada mantunya yaitu Tubagus Bambang Sudrajat yang kini memimpin padepokan silat di TMII.
Saat ini aliran cingkrik terbagi dua yaitu cingkrik sinan dan cingkrik goning.  Perbedaan di antara keduanya adalah cingkrik sinan menggunakan ilmu kontak sementara cingkrik goning hanya mengandalkan kelincahan fisik.
Cingkrik goning mengaplikasi sistem tingkatan dimana yang tertinggi adalah sabuk merah dengan lima strip. Untuk mencapai tingkatan tersebut memakan waktu maksimal 7 tahun dimana seseorang harus menguasai 4 tahapan. Pertama, menguasai 12 jurus dasar cingkrik goning. Kedua, belajar sambut. Ketiga, mempelajari 12 jurus dasar yaitu 80 bantingan khas cingkrik goning.Keempat, adalah jual beli atau bertarung.

Jumat, 28 Juni 2013

silat cimande

Menurut informan Pencak Silat aliran Cimande pertama kali diciptakan dari seorang Kyai bernama Mbah Kahir. Mbah Kahir adalah seorang pendekar Pencak Silat yang disegani. Pada pertengahan abad ke XVIII (kira-kira tahun 1760), Mbah Kahir pertama kali memperkenalkan kepada murid-muridnya jurus silat. Oleh karena itu, ia dianggap sebagai Guru pertama silat Cimande.


Mbah Kahir bertempat tinggal di kampong Cogreg, Bogor, ditepi Cimande. Di Cogreg itulah ia mengajarkan dan memberi latihan Pencak Silat kepada murid-muridnya. Kemudian murid-muridnya menyebar luaskan Pencak Silat tidak hanya di daerah Bogor, tetapi sebagian besar daerah Jawa Barat seperti Jakarta, Bekasi, Karawang, Cikampek, Purwakarta, Subang, Priangan (Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Sumedang, Ciamis, Kuningan, dan Cirebon).
Sewaktu masih tinggal di Cogreg Bogor Mbah Kahir sering berpergian jauh meninggalkan kampung halamannya untuk mencari nafkah dengan jual beli kuda. Perjalanan yang ditempuhnya masih rawan, karena itu dalam perjalanannya Mbah Kahir sering mengalami gangguan baik dari binatang buas maupun dari perampok. Untuk mengatasi itu, Mbah Kahir berusaha menciptakan suatu gerakan yang dapat melindungi dirinya daridari ancaman pihak lawan. Untuk itulah menurut informan, Mbah Kahir beristikharah dan shalat tahajud yang bertujuan untuk meminta inspirasi dari Allah SWT intuk mendalami Silat. Akhirnya Mbah Kahir mempelajari Silat berdasarkan Al Qur’an
  
Dalam mencari nafkah dengan jual beli kuda Mbah Kahir sering pergi ke Betawi. Di Betawi ia berkesempatan berkenalan dengan pendekar-pendekar silat orang Sumatera dan Cina yang ahli dalam persilatan.Perkenalannya dengan para pendekar itu menjadikannya tambahan ilmu pengetahuan tentang Pencak Silat. Ilmu yang didapat itu kemudian ia kembangkan sehingga Mbah Kahir menjadi terkenal sebagai Pendekar Pencak Silat yang tiada bandingannya. Kecepatan gerak langkah dan pukulan serta kuda-kuda yang selalu disertai dengan keseimbangan badan merupakan gerakan ampuh dalam serangan dan tangkisan.

Dalam menjalankan usaha dagangnya, Mbah Kahir sampai ke Cianjur. Dalam perjalanannya pernah diganggu perampok-perampok, tetapi berkat ilmu Pencak Silat yang dipunyainya, beliau selalu selamat dan sampai tujuannya ke Cianjur dan kembali ke Cogreg Bogor. Pada tahun 1770, Mbah Kahir menikah dengan orang Cianjur dan kemudian pindah ke Cianjur dan bertempat di Kampung Kamurang, Kecamatan Mande. Disana ia mengajarkan ilmu Pencak Silat Cimandenya. Kepada para pemuda. Pada waktu itu yang menjadi Bupati Cianjur adalah Bupati ke VI yakni Raden Adipati Wiratanudatar, yang disebut Dalem Cikundul ( 1776-1813 )
Begitu tekenalnya Mbah Kahir sebagai Pendekar Pencak Silat, maka putera Bupati Wiratanudatar disuruh belajar Pencak Silat padanya. Begitu pula para pegawai Kabupaten dan para petugas keamanan belajar Silat kepadanya. Pada suatu ketika, Mbah Kahir diuji oleh Bupati Cianjur untuk bertanding Silat dengan perantauan Cina dari Macao. Pertandingan Silat ini diadakan di alun-alun Cianjur dengan dihadiri para pembesar, keluarga Bupati dan masyarakat setempat. Dalam pertandingan ini ternyata dimenangkan oleh Mbah Kahir. Semenjak itulah Mbah Kahir jadi bahan cerita dimana-mana.
Pada tahun 1815 Mbah Kahir kembali ke Bogor dan meninggal tahun 1825. Mbah Kahir mempunyai 5 orang anak laki-laki, yakni Bp. Endut, Bp. Ocod, Bp. Otang, Bp. Komar, dan Bp. Oyot. Kelima anaknya inilah yang kemudian menyebar luaskan Pencak Silat Cimande dari Bogor melalui Cianjur ke Bandung dan hampir ke seluruh Jawa Barat. Sementara itu daerah Bogor, yang meneruskan Pencak Silat Cimande adalah murid-murid Mbah Kahir bernama Mbah Ace yang meninggal di Tarikolot / Cimande. Hingga sekarang keturunannya menjadi sesepuh Pencak Silat Cimande.
Oleh karena itu dalam permulaan abad ke XIX Pencak Silat dan Mbah Kahir di Jawa Barat tidak dapat dipisahkan. Pakaian Mbah Kahir sehari-hari jadi model pakaian Pencak Silat hingga sekarang, yaitu celana dibawah lutut berkolor (sontog) atau panjang lepas model Cina disebut “pangsi“ baju “kampret“ bertali atau berkancing dan di kiri kanan sebelah bawah terbuka sepanjang selebar tangan.
Dalam perkembangannya, Pencak Silat Cimande diterima secara luas oleh masyarakat Jawa Barat dan menyebar ke segala pelosok. Berdasarkan pola Cimande berkembang pula anak-anak aliran seperti Sera dan Ciwaringin. Dalam perkembangannya, ada yang kemudian mengadakan perubahan-perubahan jurus, seperti yang dilakukan oleh Bp. H. Abdul Rosid. Akan tetapi perubahan itu tidak prinsipil hingga gerakan dasar dan aliranpun tidak berubah namanya, tetap Cimande. Banyak murid-murid Mbah Kahir yang meneruskan dan mengajarkan Ilmu Pencak Silat ditempatnya masing-masing.
Dewasa ini, Pencak Silat aliran Cimande sudah terkenal dan tersebar diseluruh Nusantara. Di desa Cimande sendiri, Pencak Silat tidak berada dalam satu tatanan organisasi. Maksudnya tidak ada struktur organisasi. Penyebarannya lebih bersifat kekeluargaan. Jelasnya Pencak Silat Cimande menyebar melalui para keturunan dan anak muridnya dengan tahapan yang tidak terorganisir. Dalam rentang waktu yang panjang tersebut. Pencak Silat ini telah melahirkan murid-murid yang banyak. Para murid ini berguru kepada para sesepuh, kemudian mengembangkan kembali ilmu yang dimilikinya. Hasil berguru inilah kemudian baik sepengetahuan gurunya atau tidak, telah melahirkan berbagai perguruan atau Padepokan Silat masing-masing daerah asalnya.
“Pencaplokan“ nama Cimade sebagai symbol perguruan Pencak Silat tidaklah menjadi larangan. Selain itu ada pula yang mendirikan padepokan dengan nama lain tetapi “isinya“ adalah jurus-jurus Cimande. Hal ini menunjukkan bahwa Pencak Silat Cimande sedikit banyaknya telah dijadikan dasar bagi berkembangnya suatu “aliran“ Pencak Silat.
 
 

Senin, 17 Juni 2013

silat harimau minangkabau

silat minangkabau adalah seni beladiri yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau, Sumatera Barat, Indonesia yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Masyarakat Minangkabau memiliki tabiat suka merantau semenjak beratus-ratus tahun yang lampau. Untuk merantau tentu saja mereka harus memiliki bekal yang cukup dalam menjaga diri dari hal-hal terburuk selama di perjalanan atau di rantau, misalnya diserang atau dirampok orang. Di samping sebagai bekal untuk merantau, silat penting untuk pertahanan nagari terhadap ancaman dari luar.

Wilayah Minangkabau di bagian tengah Sumatera sebagaimana daerah di kawasan Nusantara lainnya adalah daerah yang subur dan produsen rempah-rempah penting sejak abad pertama Masehi, oleh sebab itu, tentu saja ancaman-ancaman keamanan bisa saja datang dari pihak pendatang ke kawasan Nusantara ini. Jadi secara fungsinya silat dapat dibedakan menjadi dua yakni sebagai
  • panjago diri (pembelaan diri dari serangan musuh), dan
  • parik paga dalam nagari (sistem pertahanan negeri).
Untuk dua alasan ini, maka masyarakat Minangkabau pada tempo dahulunya perlu memiliki sistem pertahanan yang baik untuk mempertahankan diri dan negerinya dari ancaman musuh kapan saja. Silek tidak saja sebagai alat untuk beladiri, tapi juga mengilhami atau menjadi dasar gerakan berbagai tarian dan randai (drama Minangkabau)  pengembangan gerakan silat menjadi seni adalah strategi dari nenek moyang Minangkabau agar silat selalu diulang-ulang di dalam masa damai dan sekaligus untuk penyaluran "energi" silat yang cenderung panas dan keras agar menjadi lembut dan tenang. Sementara itu, jika dipandang dari sisi istilah, kata pencak silat di dalam pengertian para tuo silek (guru besar silat) adalah mancak dan silek. Perbedaan dari kata itu adalah:
 *Kata mancak atau dikatakan juga sebagai bungo silek (bunga silat) adalah berupa gerakan-gerakan  tarian silat yang dipamerkan di dalam acara-acara adat atau acara-acara seremoni lainnya. Gerakan-gerakan untuk mancak diupayakan seindah dan sebagus mungkin karena untuk pertunjukan.
*Kata silek itu sendiri bukanlah untuk tari-tarian itu lagi, melainkan suatu seni pertempuran yang dipergunakan untuk mempertahankan diri dari serangan musuh, sehingga gerakan-gerakan diupayakan sesedikit mungkin, cepat, tepat, dan melumpuhkan lawan.

pada acara festival silat tradisi Minangkabau, maka penonton akan kecewa jika mengharapkan dua guru besar (tuo silek) turun ke gelanggang memperlihatkan bagaimana mereka saling serang dan saling mempertahankan diri dengan gerakan yang mematikan. Kedua tuo silek itu hanya melakukan mancak dan berupaya untuk tidak saling menyakiti lawan main mereka, karena menjatuhkan tuo silek lain di dalam acara akan memiliki dampak kurang bagus bagi tuo silek yang "kalah". Dalam praktik sehari-hari, jika seorang guru silat ditanya apakah mereka bisa bersilat, mereka biasanya menjawab dengan halus dan mengatakan bahwa mereka hanya bisa mancak (pencak), padahal sebenarnya mereka itu mengajarkan silek (silat). Inilah sifat rendah hati ala masyarakat Nusantara, mereka berkata tidak meninggikan diri sendiri, biarlah kenyataan saja yang bicara. Jadi kata pencak dan silat akhirnya susah dibedakan. Saat ini setelah silek Minangkabau itu dipelajari oleh orang asing, mereka memperlihatkan kepada kita bagaimana serangan-serangan mematikan itu mereka lakukan. Keengganan tuo silek ini dapat dipahami karena Indonesia telah dijajah oleh bangsa Belanda selama ratusan tahun, dan memperlihatkan kemampuan bertempur tentu saja tidak akan bisa diterima oleh bangsa penjajah pada masa dahulu, jelas ini membahayakan buat posisi mereka.
 Ada pendapat yang mengatakan bahwa silat itu berasal dari kata silek. Kata silek pun ada yang menganggap berasal dari siliek, atau si liat, karena demikian hebatnya berkelit dan licin seperti belut. Di tiap Nagari memiliki tempat belajar silat atau dinamakan juga sasaran silek, dipimpin oleh guru yang dinamakan Tuo Silek. Tuo silek ini memiliki tangan kanan yang bertugas membantu beliau mengajari para pemula.